Anak Pedalaman Juga Bisa ke Luar Negeri

 

Narasumber: Ahmadi Wijaya

“Ingin melihat secara langsung bagaimana dunia dan bagaimana negara-negara orang di luar sana.” Menjadi motivasi untuk Adi mengejar mimpinya sampai ke luar negeri. Pastinya dengan dibarengi dengan belajar.

Ahmadi Wijaya atau yang akrab disapa Adi lahir dari keluarga yang sederhana. Ia dibesarkan di Desa Bukit Sawit, Kalimantan Tengah. Setelah lulus SD, ia merantau ke Kalimantan Selatan untuk menuntut ilmu di Pondok Modern Darul Hijrah. Selama hidup sebagai santri, ia habiskan untuk belajar banyak hal dari agama, bahasa (Inggris dan Arab), organisasi, dan aktif ekstrakurikuler di bidang pencak silat dan Paskibraka. Ia memiliki motivasi besar untuk melanjutkan studi keluar negeri. Dengan izin dan doa dari orang tua dan juga niat dan semangat besar akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi Kedokteran Umum di Kampus Hubei Polytechnic University yang bertempat di negeri akupuntur, China.

Kuliah di luar negeri memberikan dirinya banyak pengalaman yang jarang bisa didapat di dalam negeri seperti organisasi PPIT (Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok). “Tahun lalu, saya menjabat sebagai divisi kesenian dan kebudayaan dan tahun ini sebagai Dewan Pembina Organisasi PPIT ranting Huangshi, kota dimana kampus saya berada,” ungkapnya. Selain itu, ia juga aktif dalam komunitas islam HIMMAH HUANGSHI untuk melancarkan kegiatan islami di negeri minoritas. Memiliki dasar Pencak Silat membawanya mengelilingi daratan China dari undangan tampil di KBRI Beijing sampai lomba Wushu tingkat Provinsi, dan masih banyak lagi.

Adi juga sempat mengikuti program dari Global Youth Action yakni Comparative Study. Motivasi terbesar mengikuti Comparative Study adalah “Being Productive” yang berarti komitmen untuk bisa terus mengisi masa muda dengan hal-hal positif, bernilai dan bisa meningkatkan kualitas hidup. Komitmen ini tidak hanya tentang bagaimana melakukan sesuatu dengan baik, tapi juga memilih waktu, dan agenda harian yang tidak merugikan.

Adi mengatakan, “Program Comparative Study 2020 yang diadakan pada tanggal 8-13 Januari 2020 kemarin saya yakini sangat tepat untuk mengisi liburan musim dingin, karena menurut saya waktu liburan bukanlah waktu untuk bersantai-santai tapi adalah peluang untuk menambah pengalaman, wawasan, dan pengetahuan.”

Tiga negara yang ditawarkan oleh program ini adalah negara yang memiliki ciri khas dan kaya dalam bidangnya masing-masing dari budaya, medis, ekonomi dan juga mereka adalah negara tetangga dll, menjadikannya sebuah studi banding adalah pilihan yang tepat baginya untuk merealisasikan kualitas hidup penuh dengan beragam pengetahuan.

Adi juga menjelaskan bahwa saat ikut Comparative Study lumayan riweh saat seleksi, karena saat itu ada agenda dan musim ujian. Pun tidak memfokuskan seleksi dan market research, walau saat itu ada materi untuk market research. Ia menceritakan bahwa dua minggu ujian selesai pada tanggal 6 Januari pagi, dan sorenya ia langsung berangkat ke kota Wuhan karena bandara internasional berada disana. Satu malam ia menginap di hotel karena tidak memungkinkan menunggu flight di bandara karena cuaca musim dingin (±3 derajat). Pagi setelah subuh check out dan perjalanan ke bandara menggunakan subway (地铁 ditie) karena lokasi bandara di ujung kota, jam 10 tiba di bandara check in sampai jam 12 siang flight transit ke kota Guangzhou bagian selatan China sebelum akhirnya tanggal 7 jam 9 malam tiba di bandara Kuala Lumpur, solo trip dan tak ada kawan dari anggota Comparative Study kecuali panitia. “Apalagi saat awal tiba di bandara Kuala Lumpur harus menemukan teman-teman bus 3 di terminal sebelah, dengan segala keriwehan dan batrai handphone yang hampir habis akhirnya saya bertemu teman-teman yang pada saat itu mereka kaget, mereka mengira saya orang Korea, Jepang, dan lain lain,” imbuhnya.

“Dari awal sampai akhir acara Comparative Study ini saya merasa puas dari segi transportasi yang memakai bus memungkinkan lebih banyak interaksi dengan teman-teman baru, tour guide yang menambah wawasan tentang masing-masing negara, walau sebenarnya sedikit menyesal karena tak sempat membuat market research,” jelasnya.

Menurut Adi, program Comparative Study ini memberinya ilmu perbandingan dan pengalaman. Dengan wawasan yang dijelaskan tour guide saat di bus, dan teman-teman di Nanyang Technological University (NTU) dengan beragam pertanyaan yang ditanyakan, ia mengetahui banyak tentang negara-negara yang dikunjungi, menambah motivasi dari cerita teman-teman di bus, ilmu dari seminar, dll.

Bicara motivasi, Adi memberikan nasihat untuk anak-anak muda yang masih memiliki kebiasaan “minder” dengan keadaan pekerjaan orang tuanya. Ia memberikan saran agar tidak perlu merasakan hal seperti itu. “Jujur saya lahir dan besar di pedalaman desa di Kalimantan Tengah dan orang tua saya berprofesi petani sawit, dengan pendidikan dan lingkungan yang serba seadanya disini,” imbuhnya. Namun, ia selalu bersyukur dan terus berjuang. Ia selalu teringat kata-kata Alm. BJ Habibie “Jadilah mata air, artinya, mata air memberi kebaikan tanpa pilih-pilih.” Ia terus mencoba memaksimalkan pendidikan dengan merantau, dari keluar provinsi sampai keluar negeri, dan agar kelak bisa mengabdi pada negeri sendiri.

Minder, gengsi, ego adalah penyakit di masa muda yang jika salah-salah mengambil prinsip hidup maka mereka akan merusak kehidupan. Dengan melihat kelebihan orang dengan rasa minder, kita akan terus merasa iri melihat kelebihan orang akan membuat produktifitas hidup tidak bagus, maka ganti rasa minder dengan percaya diri, yakin bahwa kita bisa, maka iri yg kita tanam adalah iri baik, yaitu iri untuk menambah semangat agar bisa percaya diri. “Pengalaman itu mahal dan penting, jika kita bisa membeli pengalaman, maka belilah,” tutupnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *