Agar Kegiatan Balance, Buat Set Priorities Sampai To Do List

Hadirnya Youth Exchange Program (YEP) South Korea merupakan wadah bagi calon pemimpin dari seluruh Indonesia untuk belajar dan sharing tentang kegiatan implementatif untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) point keempat yaitu memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua dan point kesebelas yaitu Membangun kota dan pemukiman inklusif, aman, tahan lama dan berkelanjutan dengan berfokus pada salah satu indikator yang akan dicapai yaitu menguatkan upaya untuk melindungi dan menjaga warisan budaya. 

 

 

Pemenang termuda fully funded YEP South Korea, Endita Widianti, atau yang biasa dipanggil Dita ini masih berusia 17 tahun. Ia bersekolah di SMA Cendana Pekanbaru kelas XII. Di sekolah, ia aktif dalam berorganisasi, terbukti dengan pernah menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Siswa, Bendahara Palang Merah Remaja, dan pernah menjadi member marching band.

 

Gadis asal Pekanbaru ini tidak menyangka bahwa dirinya yang akan mendapat fully funded ke Korea Selatan. Ia kaget karena awalnya mengetahui YEP bukan dari Instagram Global Youth Action (GYA) melainkan di dirrect message salah satu peserta yang sebelumnya tidak ia kenal. Dita menceritakan bahwa malam hari sebelum pengumuman sempat bermimpi. “Malemnya saya sempet mimpi ketrima gitu, tapi karena ngga mau takabur jadi dibawa sholawatin aja. Yang pasti seneng, lega, dan bersyukur,” ceritanya.

 

Dita menceritakan alasannya mengikuti YEP ialah dari kakaknya yang pernah mengikuti Youth Innovation Forum Japan dari GYA. “Dulu kakak saya pernah ikut yang Youth Innovation Forum Japan dan saya lihat dia dari mulai TO sampai Test tahap 1 (sayangnya ngga lolos) jadinya saya langsung kepoin instagram dan websitenya GYA. Saya jadi tertarik banget karena GYA kan fokusnya sama pemuda dan global, menurut saya itu sesuatu yang bener-bener istimewa buat kaum pemuda seperti saya karena saya pingin banget punya kacamata yang luas gitu terhadap dunia kak jadinya saya langsung follow terus keep up sama kegiatan-kegiatan yang diupload GYA dan sampailah pada pembukaan Youth Exchange Program South Korea,” ceritanya.

 

 

Duduk di kelas XII membuatnya sibuk dengan belajar. Namun disela kesibukan belajarnya mempersiapkan ujian, terutama ujian masuk perguruan tinggi, ia juga senang mengikuti kegiatan seperti lomba dan apply beasiswa. Cara mengakali semua itu agar tetap efektif yaitu dengan mengatur apa yang menjadi prioritas utamanya. “Kalau saya biasanya set priorities dulu, karena udah kelas 12 jadi yang paling pertama belajar persiapan masuk kuliah, dibawahnya baru kaya ikut kegiatan/lomba, apply beasiswa, dan lain-lain. Karena itu masih secara menyeluruh jadi harus di breakdown jadi weekly/monthly goals di kalender,” katanya. Dan yang terakhir, ia membuat to do list untuk satu hari agar balance setiap kegiatannya, “membantu mengontrol kepanikan juga, kedengarannya rempong banget tapi karena saking kebantunya jadi udah nyaman.”

Termotivasi Belajar Karena Sains

Dita mengungkapkan bahwa dulu tujuan ke sekolah adalah full bermain. Namun, ia tersadar saat melihat sains dan ilmu pengetahuan yang unik dan keren. “Waktu liburan, diajak keluarga ke science center Singapore sama Malaysia, dan museum-museum lainnya. Saya kagum banget sama semua yang ada disitu. Mikirnya “ternyata sains dan ilmu pengetahuan itu unik dan keren-keren” jadinya disitu muncul motivasi sama semangat untuk belajar,” tegasnya.

 

Dari museum, ia lebih menghargai ilmu pengetahuan, dan sadar bahwasannya untuk meningkatkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kita harus tahu bagaimana cara pengimplementasiannya, bagaimana bentuknya di kehidupan nyata dan tentu saja dengan cara yang menyenangkan. “Setelah dari sana, ia memutuskan untuk lebih memfokuskan dalam mengakulturasikan hal-hal yang dapat dicontoh dari Korea Selatan itu sendiri bagi rakyat Indonesia,” ungkapnya.

 

Sesuai dengan tujuan GYA yaitu ingin membentuk dan menjadikan pemuda sebagai pemimpin dimasa akan datang yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap pendidikan, memiliki kemampuan kreatif sebagai seorang pemimpin, membuat wadah bersama agar memberdayakan jaringan pemuda, mengintegrasikan pemuda Indonesia melalui aksi nyata, dan memotivasi pemuda untuk menjadi pemimpin yang baik di masa yang akan datang. Siswa yang menyukai bacaan Fiersa Besari ini, mempunyai big dreams ingin mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata yang fokusnya untuk mengolah kawasan rekreasi untuk mengembangkan edukasi anak-anak Indonesia.


Endita Widianti (17) SMA Cendana Pekanbaru. Pemenang III Youth Exchange Program South Korea by Global Youth Action. (Dokumentasi pribadi)

Maka dari itu, ia ingin anak-anak yang lain juga merasakan apa yang ia rasakan. Untuk bisa terwujud, tentu saja harus mulai dari anak tangga pertama dahulu, seperti mengikuti/membuat organisasi, belajar, survey, dan menambah pengalaman. “Rekreasi untuk Edukasi” itu tujuannya.

 

“Dan meskipun saya belum mempunyai perusahaan, namun saya mempunyai berbagai platform media sosial yang bisa saya manfaatkan untuk memberi tahu atau membagi ilmu yang saya dapatkan dan juga mengkampanyekan poin-poin SDGs karena SDGs adalah tujuan global yang gunanya untuk mengatasi permasalahan manusia dan alam dan juga SDGs ini bukan hanya tugas pemerintah namun tugas pemerintah swasta, pengusaha, komunitas, teman-teman saya, dan diri saya sendiri,” jelasnya.

 

Lulus SMA, ia berencana melanjutkan kuliahnya di Universitas Gadjah Mada pada jurusan Ilmu Komunikasi. Menurutnya, membangun perusahaan tidak mempunyai batasan gelar. Alasannya memilih komunikasi adalah agar mempunyai kemampuan menulis, berbicara, dan mendengarkan yang mumpuni, jadi akan sangat membantu di kehidupan sehari-hari. “Karena ilmu komunikasi juga bisa dibilang lumayan flexible dibanding jurusan lain, hal itu akan mempermudah saya untuk mengikuti berbagai organisasi atau Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya yang biasanya langsung terjun ke masyarakat,” lanjutnya.

 

“Masyarakat Korea Selatan memiliki budaya dimana ketika mereka menerima pemberian dari orang lain mereka tidak akan langsung membukanya melainkan menunggu sampai orang itu pergi dan setelah itu mereka akan menawarkan pemberian yang serupa kepada orang tadi. Sama seperti kita, semangat, fasilitas, dan dukungan penuh diberikan kepada kita, saatnya kita untuk mengemas pemberian itu, kita olah, kita kembangkan sampai pada akhirnya kita dapat memberikan sesuatu yang berguna untuk mereka,” tutupnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *